BAB 62 : TAHUN BARU



Dari kota ke kota aku mengembara. Aku sangat puas dengan pekerjaan ini. Berkeliling nusantara,belajar budaya,bahasa, mencicipi makanan dengan keunikan tersendiri dan emnikmati indahnya kota yang selalu mempunya daya tarik berbeda. Yang paling sangat ku nanti adalah berlogat ala daerah dengan tingkat kefasihan yang sulit di tiru. Terkadang penasaran tapi penuh kelucuan.
Meniru logat setempat agar membeli barang dengan harga murah. Kalau logatnya seperti orang Jakarta, bisa dua kali lipat harga melonjak. Makanya pintar-pintarlah kami berpura.

Sekarang cara berpakaianku sudah berubah. Dulu apapun yang menempel di tubuhku serba murah, sekarang semua sudah terlihat mewah. Jam tangan biru pemberian emakku seharga 50 ribu, sekarang sudah pension dini berganti baru yang jumlah harganya mencapai 7 angka. Kaos yang dulu Rp.7500an sekarang berganti Gordano seharga ratusan. Sepatu pantopelku bermerk Italy, jam tangan swiss army sampai celana dalamku yang sexi ber G-string tali temali. Aku sudah bergaya hidup mewah. Gajiku yang kisaran 8 jutaan selalu ku habiskan untuk foya- berfoya. Ada teman butuh uang, aku beri pinjaman walau uangnya tak pernah kembali pulang. Punya pacar doyan belanja, gesak-gesek di mall seharian. Setiap malam tak jauh dari hiburan malam. Pergi ke club jedag- jedug minum chevas sampai jomplang. Naik mobil nyangsang di trotoar saampai pagi tak kuat pulang.

“Bang, ku dengar dari anak-anak katanya abang suka mabuk-mabukan yaa? Jangan berlebihan bang. Di tabung duitnya. Jangan boros.“ Suara Ratih menasehati.

“Maunya juga begitu neng, tapi ini anak-anak sering pada maksa supaya aku ikut, jadinya aku gak bisa nolak deh.“ Jawabku menyanggah dengan alasan.

“Ingat jaman susah dulu bang. Lebih baik kasih uangnya buat orang tua. Biar berkah. Abang sudah gak ada bapak, sudah waktunya nyenengin ibu. Balas budi sama ibu bang.“ Suara Ratih mendayu tajam menyentakkan kebengisanku.

“Ingat bang, Sebentar lagi ulang tahun abang. Umur semakin bertambah tua. Ayo berubah jadi lelaki yang sehat dan matang. Jauh dari keborosan dan mabuk-mabukan.“ Kembali Ratih menasehatiku penuh haru.

“Iya iya Neng. Makasih. Oh ya nanti aku ulang tahun, kita rayain bareng ya. Kita makan-makan sama teman batch kita. Gimana? Oke ga? ” Tanyaku.

“Makan makan makannnn. Mau mauuuu..” Arif datang ikut meramaikan suasana.
“Hai abang Arif. Kangennnnn.“ Manja Ratih sambil berpeliukan dan bercipika cipiki.
“Iya yok. Ayoo kita kumpul. Kita undang teman kita yang gak terbang. Kita silaturahmi lagi. Kita syukuran untuk batch kita.” Saran Arif penuh semangat.

Akhirnya hari yang ditunggupun tiba. Tanggal 31 desember malam, kami semua berkumpul di sebuah café sekaligus menikmati pergantian tahun baru. Yahh. Kebetulan tanggal 1 january adalah ulang tahunku. Bertepatan dengan tahun baru. Setelah semua persiapan matang, kamipun berhaha-hihi saling bercerita tentang pengalaman kami. Bergosip ria mengenai ulah keculunan di antara kita di kala terbang, senioritas yang tinggi sampai tidak ketinggalan urusan selangkangan yang di komandoi 3 jablay lanang. Di ujung sudut Ratih terlihat murung. Seperti beban berat bertengger bertumpuk di pundaknya.

“Kenapa neng, kok agak sedih gitu? “ Tanyaku sedikit menggoda manja agar dia sedikit tertawa.
“Gak apa-apa bang. Cuma merasa ada sesuatu yang aneh aja. Entah kenapa. Kok aku jadi gelisah begini. “ Ratih bergelisah penuh resah.
“Udah makan belum neng? Aku ambilin makan ya? “ Arif menawarkan diri.
“Gak usah bang. Terima kasih.“ Jawab Ratih sedikit lemas. Terdengar suara dering handphone berbunyi. Ratih tergesa mengambil miliknya dari saku celana.
“Iya hallo. …Ga ada yang lain mas?…aku dah 5 hari terbang…cobalah cari yang lain.“ Ratih tampak bercakap dan serius telaten mendengarkan.
“Ya sudahlah mas. Besok saja aku yang terbang. Siapa aja crewnya mas…ok deh. Terima kasih mas.“ Ratih mengakhiri pembicaraan dengan cemberutan.
“Tuh kan bang. Pantesan aku gelisah merasa ga enak. Besok aku revise terbang. Aahhhhh. Males deh. Aku capek bang. Aku dah suruh cari orang lain, tapi gak ada yang mau. Ya udah deh, akhirnya besok aku terbang pagi lagi. “ Celotehnya penuh kesal macam anak kecil merengek minta uang jajan.
“Ya sudah neng, sekarang mending kamu pulang dan istirahat yaa. Besok kamu harus bangun pa. “ Saranku.
“Iya deh bang. Aku pamit pulang ya. Selamat ulang tahun bang. Semoga bertambahnya usia ini, abang semakin jadi lelaki yang mapan, gak boros lagi, nabung yang banyak, jangan lupa sama ibu ya bang! “ Ratih memberiku nasehat sambil memelukku sangat erat. Tidak seperti biasanya. Pelukan ini serasa perpisahan untuk selamanya. Di gengam erat tanganku dan diapun berlalu.
“Oh iya bang. Besok aku terbang sama mbakmu tuh. Si Mba Nining. Dia kan baik ya bang? Telpon dia bang, suruh baikin aku ya, hehehehh… “ Teriaknya sambil berlalu pergi. Diapun menghampiri para sahabat untuk berpamitan. Aku dan Arif masih terus memperhatikan Ratih. Sampai tatapan terakhir dan lambaian terakhir dan diapun hilang di tengan gelap.
“Hallo mbak, Lagi apa?“ Segera seteelah kepergian ratih ku menelpon mba nining.
“Ehhh lelaki penggombal. Aku lagi mau tidur yok. Padahal mau tahun baruan, ehhh malah besok aku kena revise terbang pagi. BĂȘte baanget nih yok.“ Gerutunya sedikit kesal.

“Iya mbak, Aku tadi dapat info dari Ratih, minta tolong Ratih di pandu ya mbak. Jangan di galakin, tar lesung pipi mbak hilang lho kalau galak-galak…..xixiixixixixix“. Candaku kembali mengombali.
“Dasar kau yaa. Tiada hari tanpa merayu. Iya iyaa. Besok aku sayang-sayangin Ratihmu itu. Ohh ya selamat ulang tahun ya. Maaf gak bisa nemenin. Nanti kita rayain lagi dengan group kita ya. Besok aku tak bersolo karir dulu meningalkan kalian. Lagian aku juga bosen terbang sama kau…heheheeehh.” Ledek Mba Nining penuh ceria.
Setelah berpanjang cerita mengucap salam, akupun mengakhiri perbincangan ini. Akupun kembali menemui Arif dan para sahabatku yang lainnya.

Suara dentuman petasan dan warna-warni kembang api menghiasi langit malam penuh bintang. Jejeritan terompet meraung lapar di padu sorakan pekik histeris penuh kekaguman. Rerumunan orang sangat ramai penuh kegembiraan dan teriakan. Semua penuh semangat, Keharuan, pelukan hangat, saling bergengaman tangan menyambut detik-detik pergantian tahun.
“5..4..3..2..1..”. Selamat tahun baruuuuu.” Ratusan orang saling berteriak bersamaan dan memberi doa. Berharap tahun ini akan jauh lebih baik. Satu persatu semua sahabatku saling menyalami memberi ucapan selamat ulang tahun dan tahun baru.


Hawa dingin menusuk diri, letih badan tak di rasai. Mata berat sangat ingin terpejam. Inilah hasil puncak kemeriahan malam ini. Kamipun kembali ke ranjang peradaban. Merebah diri untuk memejam. Berharap mimpi menjadi lelaki yang berkecukupan. Cukup punya mobil mewah, cukup punya rumah megah dan cukup punya wanita berskill 3.
Skill 1 bisa menjadi ustazah. Wanita soleha yang selalu mengajakku untuk terus taat beribadah.
Skill 2 bisa menjadi koki. Pintar memasak dan mengurus rumah tangga. Selalu menghidangkan masakan lezat sehinga selalu betah untuk makan di rumah.
Skill 3 bisa menjadi pelacur. Selalu memberikan kepuasan dan kebahagiaan tak kala di atas kasur.

Alangkah indahnya punya wanita berskill 3…








Ingat jaman susah dulu bang. Lebih baik kasih uangnya buat orang tua. Biar berkah. Abang sudah gak ada bapak, sudah waktunya nyenengin ibu. Balas budi sama ibu bang.“ Suara Ratih mendayu tajam menyentakkan kebengisanku.

…Menembus Langit…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar