BAB 58 : FLIGHT TRAINING




“Itu punyaku ,ini punyamu, ini dasi siapa? Siapa yang sepatunya nomor 40?” Suara bergaduhan macam di pasar obralan.

Suasana di kelas ini sungguh ramai. Di kelas bagai kapal pecah. Berkeping barang berarakan. Dari mulai setelan jas warna orange, tumpukan celana hitam, baju kemeja putih, sepatu, dasi, wing dan name tag, handbag dan trolybag. Hari ini adalah hari pembagian seragam. Semua temanku sibuk berpose diri. Menggenakan seragam baru, berkaca bermenit dengan berpuluh pose. Hanya aku sendiri yang sibuk menatap polah laku para sahabatku ini. Aku hanya masih tidak menyangka akan bekerja memakai jas berdasi, bermandikan wangi jauh dari keringat, terbang ke penjuru negeri menjadi Pramugara yang baik hati. Mimpi apa aku ini?
Dulu aku hanya anak gudang. Kuli pabrik. Kurir jalanan. Berpanasan, berkeringatan, berseragam lusuh, berbau sengat panas matahari. Sangat jauh dari kata wangi. Pantaskah aku memakai seragam ini. Ini adalah jass pertama yang akan aku pakai dalam sejarah kehidupanku. Cocokkah aku bergaya Pramugara? aku terus di bayangi keraguan dan tidak percaya aku bisa sampai di titik ini.

“Selamat pagi semuanya. Saya minta perhatiannya. Tolong dengarkan dan jangan berisik!” Yahh itulah dia si perempuan itu lagi. Lama tak jumpa sekarang bersua lagi. Sudah berhari aku tenang tiada hinaan, sekarang sudah harus bersiap diri menunggu cacian lagi.

“Dengarkan baik-baik ya. Silahkan semua mengambil seragam dan perlengkapan terbang kalian karena mulai besok, kalian akan mengikuti jadwal flight training. Ini adalah pendidikan terakhir kalian sebelum terbang, jadi jangan sampai tidak lulus training ini.” Durjana berpidato dengan mulut mengerutu sungat sungut. Apalagi tak kala matanya menatapku. Segera dia membuang muka sambil mengibaskan rambutnya penuh cerita. macam pemeran sinetron antagonis sedang menganiaya pemeran utamanya.

“Berikut ini adalah kelompok yang sudah di bentuk. Kelompok pertama Arif, Rendra, Imam dan Jarot. Kelompok kedua Igbal, Zul, Bona dan Dwi . kelompok tiga Wacik, Nordin,Ridho dan Priyo.“ Ucap siPerempuan

“Aduuuhhhhhh.” Gerutuku dalam hati. Kenapa aku harus satu group dengan para jablay lanang.
“Hallo bro. kita barengan nih. Kita belajar bareng yaa di rumah kost gua. Loe ga usah pulang ke Priok ok. “ Sapa Ridho dengan gaya cengegesannya.

“Tenang brother. Kita akan serius kok. Ga akan lagi kita becanda membahas selangkangan. Jadi loe ga perlu worry..xixixiixxxi..” Wicak menambah kata penuh ledekan di iringi cekikikan Nordin dan Ridho.

Mereka bertigapun merayuku dengan candaan dan guyonan ala selangkangan. Yahhh mudah-mudahan aku bisa fokus dengan satu group yang penuh candaan ini. Para sahabatku yang istimewa.
Malam harinya akupun mempersiapkan diri untuk menghadapi training besok pagi. Ku satukan dasi, kemeja putih dan lipatan celana hitam dan ku gantung rapih di atas pintu. Di lanjut dengan kesibukanku memasang wing penerbang di sisi kiri jasku dan di bawahnya terpampang sebuah name tag bertuliskan namaku.

Sudah selesai dengan persiapan seragam, akupun memulai membaca kembali duties&check seorang pramugara dari mulai memasuki bandara, menuju ke FLOPS, naik ke pesawat sampai landing kembali. Apa yang akan aku lakukan sesampainya aku di pesawat, apa saja kerjaku nanti dan bagaimana alurnya. Semua aku dedel menit permenit dengan sangat detail. Aku harus siap terbang. Sudah waktunya aku mendapatkan gaji. Aku sudah tak tahan menahan kekurangan ini. Menahan makan enak, menahan minum sedap karena semua serba pengiritan. Aku harus segera mengobati kemiskinan ini.

“Yok kalau besok aku bingung gak tau mesti harus apa? loe bantuin gua ya?” Nordin meratap penuh wajah melas.

“Kok kayanya loe dah siap ya yok. Gua masih bingung mesti ngapain aja nanti. Pusing …pusing kepalaa gua Yok.” Sanggah Wacik penuh ratapan gelisah.

“Ahhh biarin aja yok. Yang pusing bukan kepala atas tapi kepala bawahnya tuh. Makanya dia gak bisa mikir pelajaran. Pikirannya ga jauh dari selangkangan terus ..hahahhahah.” Ridho memecah suasana sendu ini dengan gelak tawa. Lagi-lagi kami cekakankan penuh cekikikan.

Semalaman aku tidak bisa terpejam. Otakku sibuk membayangkan apa yang akan terjadi esok. Ku lihat Nordin sudah tertidur nyenyak. Di sebelah kamar, ridho dan wacik juga sudah tidak bersuara. Aku hanya menatap ruang ini penuh pertanyaan. Tak sabar ingin ku bertarung menguji diri. Sampai sejauh mana aku layak menyandang pekerjaan ini. Pramugara langit.
Suara detak jarum jam mengiri hening malam. Sesekali cicak kecil menampak diri dan lagi bersembunyi di balik jam bulat yang tergantung diri. Suara ngengiungan nyamuk penghisap darah memecah telingaku membakar emosi untuk ingin berkejam diri membunuh dengan jurus tepukan tapak sakti. Mati dia berkeping di bubuhi darah memuncrat mengotori telapak ini. Di lain cara, ku hempasakan sarung berkotak warisan bapakku untuk menghantarkan mahluk ini ke peti mati. Mereka terus menyerangku untuk tidur jauh dari lelap.

Waktu sudah menunjuk pukul 02.00. satu jam lagi aku harus sudah mandi dan berkemas diri. Bersiap memulai pertarungan setelah berbulan aku menempa diri. Bertarung untuk melawan kejamnya hidup ini. Akupun kembali melakukan pengechekan ulang semua peralatan terbangku. Mulai dari passport, sertifikat, baju seragam ganti, sewing kit, peralatan mandi. Baju ganti, flashlight,spare batrenya dll. Ku semir ulang sepatu hitamku. Ku seterika kembali seragamku agar lebih rapih dan segera bergegas mandi.
Air mengguyur tubuhku, membuat menggigil sangat berasa dingin. Tak butuh lama akupun keluar dari kamar mandi. Ku pakai seragamku satu persatu. Ku kaitkan dasiku, ku kenakan jass penuh kemegahan ini, ku usap rambutku dengan gel pengeras rambut, kutata rapih dan ku acak kembali dan berkali ku ulangi sampai aku menemukan gaya rambut yang ku sukai. Rambut bergaya penangkal petir.
Jam 03.00 tepat aku sudah siap. Ku tatap Novan masih terlelap. Akupun membangunkannya dan di sambut dengan kekagetan yang teramat. Ibaratkan kebakaran menyambar rerongsokan rumah triplek, dalam hitungan jari menjadi besar. Paniknya sangat kepalang. Dia kaget melihat aku sudah rapih dengan seragamku. Diapun meloncat dan berlari ke kamar mandi sambil terus berguman menyalahkanku. Berpikir dia sudah bertelat diri. Akupun berlanjut ke kamar sebelah. Lagi-lagi mereka tertidur pulas bertindihan. Bagai katak melompat tinggi, mereka terperanjat pontang-panting berebut kamar mandi.
Pukul 04.00 kami sudah bersiap diri. Berada di dalam mobil jemputan menuju kawasan perang. Kami semua terlihat tegang. Tak ada satupun suara. Masing-masing sibuk membaca buku tebal.

Ku injakkan kakiku di airport ramai penuh megah. Beratus orang berlalu lalang bersibuk diri. Kami berjalan cepat, berbaris memanjang melaju memasuki pedalaman bandara menuju Flops melewati puluhan penumpang yang duduk menunggu waktu keberrangkatan tiba. Berjalan tegak, menyeret koper, berjas terang menyala, membuat kami terlihat bagai sekawanan anak itik yang mengekori induknya. Terlihat berpuluh mata memandangi kami. Aku berjalan di urutan depan penuh percaya diri, tersenyum lebar walau tak ada orang yang membalas senyumku. Nordin, wacik dan ridho menyusul di belakang.

“Yok kampret kau. Jangan cepet-cepet lah.” Bisik nordin dari belakang yang tampak ngos-ngosan. Ku tengok ke belakang sambil terus berjalan di sambut wajah asam cembetutan oleh 3 jablay lanang. Terlihat kesal tapi tak terungkapkan. Akupun hanya tersenyum tipis sambil terus memacu langkahku.


Tibalah kami di ruangan yang ku tunggu. Ruang penuh lampu terang dengan dinding berwarna orange di tembok kiri, warna hijau di tembok tengah dan tembok kuning di sudut kiri. Sangat ramai melebihi ramainya toko tukang cat. Di dalam ruang di padati para pramugari cantik yang akan bersiap diri ingin terbang ke penjuru negeri. Akupun meletakkan koperku dan segera menuju ke deretan komputer untuk mengabsen diri. Selanjutnya ku salami berpuluh pramugari untukku memperkenalkan diri. Satu persatu ku jabat, satu persatu wajah asam ku dapat. Berbalas sinis, di balas datar tanpa respon menyenangkan. Judes dan tidak bersahabat. Ada yang menepis tanganku, ada yang tidak mau kusalami ada pula yang bersikap kasar. Dari sepuluh yang ku jabat hanya satu yang mungkin berbaik hati.

“Selamat pagi mbak, perkenalkan nama saya priyo batch 14.” Ku arahkan tanganku sambil melempar senyum tak berujung.
Aku lirik ke sudut lain terlihat para sahabatku juga mendapatkan perlakuan yang sama. Benar lingkungan yang aneh. Sangat tidak mencerminkan image sebagai orang yang bertugas melayani.

Setelah selesai menyalami semua penghuni di ruangan ini, akupun menuju meja administrasi. Ku lihat sebuah catatan yang berisikan tentang kemana dan dengan siapa aku terbang. Inilah yang di namakan flight information.
PK AXC etd.06.05 cgk-sub-cgk-mes-cgk
Crew composition :
Kapten : AK. Farid
FO : sandy nugraha
Cabin crew : Rina juniarti, Yeremia, Lanny, Virna
SNY : Priyo, Wacik, Nordin, Ridho
Instruktur : Rossi witham
Yaah. Itulah crew list yang menjadi agendaku hari ini. Dengan merekalah aku akan menghabiskan hari ini penuh ketegangan. Dengan merekalah aku pertama kali akan terbang. Memulai perjalananku untuk menjadi Pramugara sejati. Akupun duduk di depan pintu masuk untuk menyambut kedatangan seniorku. Macam pagar bagus, kami berbaris berdiri dan menyalami para senior yang memasuki ruangan ini. Lelaluan silih berganti, bermacam tubuh sexi berkelebatan memberi aroma harum wangi parfum penuh kelas tingkat tinggi. Ini pemacu semangatku untuk terus menyalami para Pramugari cantik ini. Ingin menikmati pemandangan indah yang membelalak mata dan terkadang menegangkan otot-otot di bawah sana. Apalagi dinginnya pagi semakin menambah keteganan ini semakin menjadi.

“Ssssettttttt…Ssstttttttt..Pusinggg.” Wacik memanggil berbisik lirih sambil menggaruk dan membenarkan senjata dibawah sana yang sepertnya berontak rontak ingin ambil bagian.

“Dasaaarrrrrrr luh. Selangkangannn trussss.“ Ledek Nordin sedikit berwajah tegang. Kami terus bersalaman ria. Inilah yang di ajarkan pada saat training bahwa sebagai pendatang baru kita harus tanpa lelah memprkenalkan diri sampai mereka kenal siapa nama kita.

Tak lama menunggu akupun di panggil Mbak administrasi untuk memberitahukan kedatanga Mba Rossi. Sesosok tubuh langsing tinggi, berwajah dewasa, terlihat berumur tapi terpancar aura angun dan cantik tiada tara. Polesan make up tebal berblas on merah merona di padu eyeshadow hijau dengan lipstick merah cerah berambut pirang keemasan, membuat penampilannya sangat terlihat berkelas dan berpengalaman.

“Selamat pagi mbak. Saya priyo batch 14.” Ucapan penuh rasa hotmat di ikuti jabatan tangan ku hantarkan penuh kepatuhan. Tak ketinggalan para jablay lanang menyusul mengikuti.

“Haiii selamat pagi. Kalian berempat yang SNY hari ini ya? Oke beri saya waktu 5 menit ya, nanti kita briefing bersama. Sekali lagi saya ucapkan selamat datang di perusahaan ini.” Senyum manis dan sambutan yang sangat hangat penuh persahabatan.
Kembali kami duduk di depan pintu masuk dan lagi-lagi meneruskan hajatan ini. Menjadi pagar bagus.

“Baiklah Priyo,Wacik,Nordin dan Ridho, sekarang kita akan bergabung dengan crew aktif untuk melakukan Preflight briefing, Mari ikut saya.” Mba Rossi mengajak kami ke sebuah ruangan sepi. Ruangan ini sangat rapih dan tenang. Berbaris meja kursi yang tertata indah. Terlihat satu set crew sedang berbincang membahas sesuatu yang terlihat tegang.

“Baiklah cowo-cowo gagah, kenalkan ini adalah crew aktif yang akan bertugas hari ini. “ Mba Rosi meminta kami untuk menyalami.
Selanjutnya kamipun memulai Pre-flight briefing ini. Kami ber-empat hanya di minta untuk mendegarkan saja.

“Baiklah teman-teman semua. Hari ini kita akan terbang 4 sektor ke Surabaya dan medan bersama kapten AK.farid dan FO sandydan saya Rina akan incharge sebagai P1, lani P2, yeremi P3 dan virna P4. Penerbangan ini juga akan di ikuti oleh para teman-teman baru kita yang akan melakukan SNY yang di pandu oleh Mba rossi.” Mba Rina memulai briefing ini dengan sangat santai tapi serius.

“Baiklah terlebih dahulu kita check dokumen–dokument kita. “ Pinta Mba Rina sembari mengeluarkan bermacam jenis persyaratan terbang.

“Baiklah. Selanjutnya kita akan sharing mengenai safety.” Ucap Mba Rina yang semakin membuat kami deg-degan. Inilah momok menakutkan buat kami karena di sesion inilah kami akan tersingkir dan tidak jadi terbang apabila kita tidak bisa menjawab pertanyaan yang di berikan oleh cabin one.

“Untuk Mba Lani. Please do command terrain Un-Prepaire!” Titah Mba Rina kepada Lani.

“When we heard command from capten brace-brace, We have to shouting to our passenger emergency-emergency, bend down, hold your knees. Bahaya bahaya membungkuk peluk lutut then keep shouting until the aircraft come to complete stop.” Jawab lanni sangat meyakinkan.
“After Aircraft completely stop the capten will give command evacuate evacuate. What is the next action Mba Virna? “ Tanya Mba Rina kepada Virna.

“I will shouting to the passenger open seatbelt, leave everything, shoes off, come this way, hurry-hurry. Buka sabuk pengaman, tinggalkan semua barang, lepaskan sepatu, kemari, cepat cepat.” Jawab virna penuh jiwa dan mental yang siap tempur apabila benar terjadi keadaan bahaya. Sangat berjiwa kuat. Wajah tak hanya cantik jelita tapi juga berjiwa ksatria. Mungkin berbeda dengan pria jablay lanang ini. Tubuh sekuat pejantan, tapi hati bernyali waria. Wajah bagai jelangkung tapi nyali ala berondong jagung. Haaaahhh. Dasar.

Pertanyaan demi pertanyaan di berikan Mba Rina untuk memastikan crewnya masih standar untuk terbang alis qualified. Terlihat di group sebelah ada beberpa crew yang sempat di bentak-bentak oleh cabin one nya karena tidak bisa menjawab pertanyaannya. Mataku terus jelalatan memperhatikan group yang sedang melakukan Preflight briefing. Ada yang gagap menjawab, tidak bisa sama sekali sampai menangis karena di caci maki. Hahhhhh. Budaya yang aneh.
Tak lama kemudian kapten Ak farid dan FO sandy mendatangi kami. Setelah berkenalan, beliapun memberikan informasi mengenai penerbangan ini. Dari mulai keadaan cuaca, kondisi pesawat, alternate airport, hijack code, flying time dan beberapa informasi apabila menghadapi keadaan darurat.


Setelah berdoa bersama, kamipun bergegas menuju si burung besi. Berjalan kami rerombongan, berbaris berpasangan, mendekat menuju sebuah besi yang sangat besar di hiasi gemerlap lampu terang, jendela berbaris di sepanjang sisi, sayap terbentang lebar siang melayang. Sebuah pintu mungil di topang tangga untuk dinaiki. Menapak tangga kami langkah selangkah, semakin deg-degan jantung berdetak. Inilah pertama kali aku menaiki pesawat. Sampailah aku tepat di depan pintu. Berdiri termangu memaku diri.

“Yok. Buruan masuk. Ngapain sih.“ Novan mendorongku karena terheran melihatku berpatung diri.
“Ya Allah. Beri hambamu ini keselamatan dan kesuksesan dalam menjalani tugas ini …amin.“ Ku lafalkan doa dan siap melangkahkan kaki memasuki si burung besi ini.
Sesampainya di dalam akupun segera meletakkan koperku di luggage bin. Segera ku lanjut dengan melakukan Emergency equipment check list yaitu mendata semua alat-alat keselamatan yang ada dalam pesawat ini. Memastikan apakah masih dalam kondisi baik atau sudah expired. Novan terlihat celingak-celinguk dalam melakukan check list. Dia terlihat bingung apa saja yang harus di data. Lirak lirik matanya mencari barang yang belum di ketahui keberadaannya. Usai bercheck list ria, akupun melaporkannya ke Mba Rossi .

“Excuse me Mba Rossi. Let me report to you. All safety equipment check and no defect. The nearest expired date is fist aid kit. 8 august 2006. Thank you.” Laporanku di terima baik oleh Mba Rossi dengan senyum penuh sumringah. Selanjutnya Mba Rossi berdiri menunggu laporan para jablay lanang yang masih kedebukan.

“Yok apalagi nih yang belum gua check. Bantuin gw.“ Bisik nordin tak kala berpapasan denganku.
“Lah emang apaan yang belum loe data? Gua mana tau kamprett.“ Bisikku sambil sedikit nyengir meledek. Ku lihat di ujung sana di bagian depan, terlihat Wacik dan Rido bersibuk diri mencari barang dataan. Di buka sani di buka sini. Mondar sini mandir sana. Terkadang bertabrakan satu sama lain saking terburunya. Aku hanya berdiri dan sesekali membereskan sabuk pengaman sambil menunggu waktu para penumpang datang.

“Baiklah teman-teman. Penumpang datang. Ready for boarding.“ Ucap Mba Rina melalui Public Announcement.
Akupun bersiap diri siap menyambut para penumpangku. Ku jingkrakkan rambutku, ku usap lembut jas wangiku dan siap bersenyum beratus kali untuk melayani dengan hati.
Dinginnya pagi. Terangnya lampu cabin ini. Membawa terang penuh kesejukan. Tapi tidak hatiku ini. Dia berkabut, bergelisah penuh was-was. Aku harus bersikap tenang. Ku lawan rasa panik ini sampai dia mati. Aku harus bersikap tenang dan menyelesaikan penerbangan ini dengan mendapatkan pengalaman baru. Aku harus menguasai ini semua. Aku harus berhasil menjadi Pramugara. Aku harus lulus flight training ini. Bismillah……





Jawab virna penuh jiwa dan mental yang siap tempur apabila benar terjadi keadaan bahaya. Sangat berjiwa kuat. Wajah tak hanya cantik jelita tapi juga berjiwa ksatria. Mungkin berbeda dengan pria jablay lanang ini. Tubuh sekuat pejantan, tapi hati bernyali waria. Wajah bagai jelangkung tapi nyali ala berondong jagung. Haaaahhh. Dasar.

…Menembus Langit…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar