BAB 48 : CINTA SABUN MANDI



Ayam berkokok sahut menyahut mengusik telinga, memaksa mata untuk mengintip detak jam di dinding menunjuk angka 05.00.

" OHHH SHIT !!!"
Aku terperajat kaget. Aku telat bangun. Segera ku membelalak mata dan membangkitkan tubuh ini untuk segera bersiap diri. Gugupku tertahan tak kala tubuh Nordin tertidur pulas di balik kamar. Aku lupa kalau saat ini menginap di sini. Tak perlu aku bangun dini. Dari tempat ini aku hanya butuh waktu 5 menit untuk tiba. Tak perlu aku menaiki Patas 22 dan bergelayutan di kopaja 95. Aku pun kembali merebahkan diri. Menarik sarung berkotak merah pemberian Bapakku tak kala aku sunat waktu kecil dulu. Ku peluk tubuhku sendiri menahan dingin dan melawan mahluk penghisap darah yang terus melakukan serangan bebuyutan.

Suara jejangkrik dan kokokan ayam bersautan menghantar tidurku menuju alam tanpa beban. Mataku terpejam, anganku mengembara menjelajah alam fana. Berharap menemukan sesuatu yang indah. Sebuah cerita dimana aku bisa bahagia di suatu ketika. Berada di sebuah situasi yang penuh kenyamanan. Jauh dari rasa khawatir akan kekurangan. Berharap selalu cukup atau bahkan lebih. Tidak hanya sedih membelenggu hati. Selalu saja menyalahkan dan menyesali nasib. Hahhhh... memang harus berjuang demi hidup. Karena hidup untuk berjuang.

Matahari sudah menembus celahan rumah dengan kilaunya. Memaksa siapapun yang terlelap untuk tersadar. Bising suara mesin, ramai orang bercakap menandakan sebuah pagi yang penuh kesibukan. Kami berempat sudah rapih dan siap menuju tempat training setelah terlebih dahulu bersinggah di sebuah warung makan Tegal untuk bersarapan. Nasi putih hangat kuku berlauk dadar bersambal terasi di taburi gorengan ikan teri. Obrolan di meja makan membahas kejadian semalam, semakin membuat sarapan pagi ini sangat bersemangat penuh canda. Bagaimana bentuk buah dada wanita semalam, putihnya dan semok pinggulnya. Akupun tak luput dari ledekan.

“Baru ini gua punya teman anak Priok tapi minumnya wuekk wuekk wuekkk.“ Ledek wacik di barengi gelak tawa yang lainnya.
Setelah menutup sarapan pagi dengan sebatang putih berpangkal busa berujung bara, kamipun segera masuk kelas siap menerima training hari ini.

“Haii bang...selamat pagi. Tumben baru datang? Biasanya paling duluan.” Sapa Ratih penuh ceria.

“Biasa neng. Dia udah punya teman baru, makanya lupa sama kita.” Arif menyindir dengan mulut cembetut. Di kelas ini aku,Ratih dan Arif bagai group trio yang kemana-mana selalu bertiga bak roda Bajaj Mat Solar. Duduk bersebelahan. Makan siang sambil curhat mengenai apa saja. Kekompakan kami makin hari makin terlapisi besi berkait kawat. Sungguh sangat erat.

“Selamat Pagi.” Suara indah terlahir dari mulut sempurna dengan bibir tipis merona, serasi dengan sapuan warna merah di kanan kiri pipi. Alis tebal mata bulat berhias bulu mata hitam mengedip melentik. Warna kelopak hijau menua berujung perak. Memberi kesan mahal ketika sekejap membuka sekejap menutup.

“Apa kabar semua. Perkenalkan Nama saya Ivo. Saya yang akan mengajarkan materi Emergency Procedure di kelas ini.”
Sebuah awal jumpa yang penuh ketermanguan. Kami benar di buatnya terdiam melihat sosok indah di depan ini. Mba Ivo. Sebenar-benarnya Pramugari. Ku tengok temanku yang membisu terpaku terkesima tiada daya. Tiada berkedip menatap sosok bidadari.

“Yok kalau ini 100 ribu lo mau ga?” Ridho membisik mengejek sambil tertawa cekikikan. Sialannn Ridho. Kalau model yang begini sih, tolol aja kalau aku menolak. Gunung tertinggipun siap ku daki, laut luas ku seberangi bahkan aku rela di gebuki orang sekampung asalkan aku bisa bercumbu ria dengan Mba Ivo ini. Haalaahhh menghayal. Bagai pucuk merindu bulan. Mana ada wanita mahal mencintai lelaki murahan. Tampang jaauuuuuh, body kerempeng, kantong keriiiinggg. Apa untungnya mencumbui aku. Tidak ada.

“Baiklah. Agar kita tidak mengantuk, sebelum kita mulai mungkin ada beberapa dari kalian yang mau menghibur kita semua dengan menyanyikan lagu. Ayo siapa yang mau mendapatkan pahala angkat tangan.” Dasar para lelaki haus perhatian bidadari. Spontan seketika semua teman lelakiku di kelas ini angkat tangan mengajukan diri. Tak hanya duduk bahkan ada beberapa yang langsung berdiri sambil mengacung jari.

“Baiklah saya akan memilih 3 saja ya. Coba kamu, kamu dan terakhir kamu.” Jari telunjuk Mba Ivo tepat mengarah ke Arif, wacik dan terakhir aku. Kamipun bertiga di sambut dengan tepukan meriah.
“Baiklah saya akan menentukan jenis lagu apa yang akan kalian nyanyikan. Kamu menyanyi lagu pop cinta ya.” Menunjuk ke Arif.
“Kamu menyanyikan lagu kenangan zaman dulu ya.” Menunjuk ke wacik.
“Dan kamu menyanyikan lagu dangdut ya”. Di tunjuknya aku.

“Aduhh lagu dangdut pula bagianku. Lagu yang mana nih.” Gumanku pusing memilih lagu. Arif pun mulai menyanyikan sebuah lagu. Edannnnn benar suaranya. Bagus nian. Satu tipe dengan gaya vocalnya Rio febrian yang mendayu romantis. Sangat berkelas. Terlihat bagai penyanyi professional. Beracting pula seolah Mba Ivo adalah model video klipnya. Ditatap, di kelilingi, di pegang tangannya. Kampret dasar Arif. Bisa saja mengambil kesempatan. Lagu Arifpun di akhiri dengan sebuah improvisasi nada tingkat tinggi. Meliuk–liuk dari nada tertinggi sampai serendahnya nada. Berakhir penuh vibra.

Nah. Sekarang giliran Wacik bertampil diri. Wajahnya yang lucu berlogat Surabayaan yang kental membuat anak sekelas cekikikan melihat gayanya sebelum bernyanyi.

“Cut cut cut cut..cururutt
Hari ini ku gembira.Menariku di udara
Pak Pos membawa berita .Dari yang ku damba.”
Reff :
Surat cintaku yang pertama. Membuat hatiku merona.
Seperti melodi yang indah aaaaha. Kata-kata cintaku....padanya.
Cut cut cut cut curururuttt...”

Wacik bernyanyi di iringi tepukan masal dari seluruh isi kelas. Wacik bernyanyi sambil berputar mengelilingi ruangan ini. Kaki di ayun ke depan,jempol jari beradu dengan si jari tengah menghasilkan suara jentikan yang selaras. Terus dia berputar putar. Mba ivo dan kami sangat tertawa cekikikan dan sangat teramat terhibur dengan lagunya yang oldiest di support dengan gayanya yang agak ketuaan pula. Sangat entertaining.

Sekarang tibalah giliranku. Akupun bersiap diri untuk memberikan yang terbaik. Tak mau kalah dengan yang lain. Apalagi aku adalah seorang vocalist band. Ini sudah duniaku soal bergaya dan merayu wanita dengan lagu.
Akupun sedikit berlutut di depan Mba ivo dengan tangan kanan memegang setangkai bunga plastic yang ku ambil dari atas meja.
“Aduh Nyaaiiiiii...dengarkanlah. Cintaku......sucikannnn nyaiii.“ Ku nyayikan nada awal penuh expresi dan penuh penghayatan tinggi dengan nada yang mendayu lembut. Sebuah lagu berjudul cinta sabun mandi yang dinyanyikan bang Haji Jaja Miharja. Spontan semua bersorak.

“Ciieeeeeehhhhhhhh..cuit cuitt.“ Siulan membahana di kelas ini bak kenek di terminal kalideres. Segera ku bangkit berdiri sambil bergoyang mengitari tubuh indah Mba Ivo yang aduhai gile.

“Cintaku kepada Nyai. Tak seperti sabun mandi. Pabila sering di pakai. Makin habis kurang wangi. Percayalah cintaku sucikan nyaiiiiii.
Reff :
Ku jual baju celana. Itu semua demi nyai. Aku kerja jadi kuli demi nyaiiiii.
Walaupun Madonna cantik. Merli Monroe juga cantik. Tetapi bagiku lebih cantik nyaiiii.
Walaupun si Ilma cantik. Ratih lina juga cantik. Tetapi bagiku lebih cantik mbak ivoooo.
Aku rela korban harta demi nyai. Aku rela korban nyawa demi nyaiii....”

Aku tertawa sendiri di akhir lagu di sertai tepukan tangan dan wajah-wajah gembira para sahabatku. Mbak Ivo pun terlihat terhibur tertawa lepas sampai bening linangan airmata membasah di kelopaknya.

“Tak di sangka nyangka yaa, angkatan ini berjiwa penyanyi semua. Keren luar biasa. Saya bahagia sekali pagi ini. Terima kasih Arif, Wacik dan Priyo.” Suara Mba Ivopun lembut di hiasi senyum terindah terbalut tipis merona jingga. Membuat para pejantan berhasrat ingin mengulumnya.
Mba Ivoo...Mba Ivooo...cantik sekali.
Cinta sabun mandiku ini ku persembah untukmu.



Suara jejangkrik dan kokokan ayam bersautan menghantar tidurku menuju alam tanpa beban. Mataku terpejam, anganku mengembara menjelajah alam fana. Berharap menemukan sesuatu yang indah. Sebuah cerita dimana aku bisa bahagia di suatu ketika.

...Menembus Langit...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar