BAB 42 : LELAKI BERPARAS MANIS


Bab 42
LELAKI BERPARAS MANIS

Pagi ini si perempuan itu puas sekali beremosi. Dia telah bahagia bisa menjadikanku sarapan paginya. Tawa cekikikan terdengar ramai di balik tembok kelas ini. Sepertinya Perempuan itu sedang menceritakan kekuranganku kepada teman sekantornya. 
Arif. Salah satu pemuda gagah berwajah tampan berkulit putih menghampiriku dan memberikan berpatah kata agar aku menghiraukan saja apa yang Perempuan itu ucap. Perempuan itu  memang sedikit aneh. Wanita yang sudah berumur tapi belum berkeluarga bahkan pacar saja belum ada. Wajar kalau pekerjaannya  hanya memaki dan beremosi. Itulah Sedikit informasi mengenai pribadi Perempuan itu yang selalu menjadi mahluk aneh di kantor  ini. Arif hanya memintaku untuk sabar dan tidak di ambil hati.

Tak lama Mba Evi pun memasuki ruang kelas. Dia menyapa kami semua dengan senyum 10 jari. Pipi sedikit berlesung menambah senyum itu seperti mementung kepalaku agar aku tersadar tidak melongo diri menitis liur.  Rambut tersanggul rapih dengan poni  lempar mengarah ke kiri. Leher putih jenjang  berbulu halus tipis tergelatak  lunglai merebah  erat  di kulit putih  membuat mataku membelalak  lebih segar dan  melupa cerca hina si durjana.
Pandangannya menyapu bersih sosok-sosok yang ada di  kelas ini. Sepertinya dia ingin menikmati kehadiran kami di ruangan ini. Entah bertujuan untuk apa. Tapi setidaknya dia seperti melihat sosok kami dengan sangat detail. Mencoba mempelajari dan ingin menyampaikan sesuatu perihal yang mungkin bermanfaat untuk pribadi kami. Hampir lima menit dia menyisir. Tak sepatah kata terucap. Kamipun hanya termangu diam penuh pertanyaan. Apa yang  sedang dan akan di lakukan mba evi ini.

"Baiklah teman-temanku sekalian. Perkenalkan nama saya EVi. Saya di sini akan mengajarkan pelajaran Grooming&Beauty class". Ucap Mba Evi memperkenalkan diri.
"Teman temanku  sekalian. Sadar atau tidak sadar penampilan adalah bagian terpenting dari cermin kepribadian seseorang. Ketika seseorang berpenampilan cantik maka orang tersebut sudah bisa menghargai dirinya sendiri. Penampilan cantik bukan hanya semata pada wajah saja tapi juga cara berpakaian. Beberapa saat saya memasuki ruangan ini segera saya memperhatikan penampilan kalian satu persatu dari mulai wajah sampai cara berpakaian. Dari situlah saya akan tahu, ilmu apa yang harus saya berikan kepada kalian".
Mba evi tampak panjang lebar memberi kata pengantar di akhiri sembari memberi lirikan terakhir ke mataku. Yah. Aku sadar. Akulah Man of target pelajaran ini.

"Setiap mahluk yang lahir di dunia ini selalu di berikan unsur kecantikan. Permasalahannya adalah banyak para pribadi yang mengesampingkan unsur ini sehingga mereka tidak menghargai kecantikan yang di berikan. Sehingga unsur ini akan selalu tertutup oleh aura lain yang berdampak pada meredupnya penampilan kita. Nah di dalam pelajaran ini, di tempat ini, di ruangan kelas ini, kami akan membentuk teman-teman semua menjadi pribadi yang mahal. Pribadi yang akan sangat menghargai pentingnya sebuah penampilan. Andaikan penampilan kita menarik, orang lain akan lebih menghargai kita. Mereka akan nyaman berada di dekat kita. Bayangkan andaikan penampilan kita berantakan, kucel, bau badan, not fresh. Siapa yang ingin mendekati kita? Jangankan orang lain, pacar kita sendiripun akan terganggu.
Rambut masih basah sudah keluar rumah. Muka tak bermake-up sehingga terlihat pucat. Pakaian kebesaran dan corak warna yang saling bertabrakan. Tiada parfum melekat di pakaian ataupun pewangi tubuh menempel di badan sehingga hanya bau keringat dan bau  matahari asam yang  menghias di sekitaran. Cara berjalan berlenggang-lenggang seperti jalanan punya nenek moyangnya. Duduk ngangkang ingin pamer selangkangan. Bicara keras seperti orang gunung saling bersautan dan masih banyak hal yang tanpa kita sadari apa yang sudah kita lakukan itu adalah sebuah pembodohan diri sendiri. Kita membawa diri kita berjalan sendiri menuju jurang dalam nan gelap, dimana di jurang kegelapan itulah tiada orang yang akan membantu kita karena kita sendiri tidak menginginkan diri ini terbantu. Not respect hanya cuek."
 Ucapan Mba Evi sungguh sangat menyentuh hati. Secara langsung  aku adalah orang tersindir dari pembahasan ini. Aku adalah kategori orang yang belum bisa menghargai arti dari sebuah penampilan. Perlahan aku sudah menapak jalan kegelapan dan sebentar lagi jatuh ke jurang kegelapan itu. Mudah mudahan aku bisa tertolong kali ini. Berubah menjadi pribadi yang membuat orang lain nyaman. Menghargai penampilan. 

Mba Evi terus menjelaskan tiada letih berbagai hal baru untuk kami. Mulai belajar sikap yaitu sikap duduk, berdiri dan berjalan, tingkah laku, cara berbicara dan bertutur kata sampai mengenai cara merias yang di awali dengan membersihkan wajah sampai leher dengan menggunakan susu pembersih atau cleaning milk. Di teruskan dengan memakai toner sebagai penyegar. Memakai pelembab agar hasil Make-Up maksimal, alas bedak, concealer untuk menyamarkan fleg hitam atau bekas jerawat, Brush dan spons, pencil alis, eye shadow, eyeliner, blush on, lipstik dan lip gloss untuk mencegah bibir kering dan pecah berkelupas. Melakukan proses make up juga harus di sesuaikan dengan bentuk wajah. Wajah persegi, bulat, panjang segitiga yaitu dengan teknik shading dan Tinta memberikan kesan menonjol.

Setelah berpanjang cerita, satu persatu para wanita di kelas ini mulai belajar merias wajah dan menata rambut. Mereka sibuk dan ribet dengan alat kecantikan mereka.
Di satu sisi para lelaki sibuk konsultasi berbagai hal masalah mengenai penampilan pria. Sampai datanglah saat di mana MbaEevi berdiskusi langsung denganku dan memberikan berbagai tips supaya gaya berdandanku bisa lebih menarik.
Sangat detail dan telaten Mba Evi terus mengarahkanku menuju perubahan yang lebih baik. Dia meminta mencukur dan  merubah gaya rambutku, mengecilkan celana dan bajuku agar lebih body fit, mengganti sepatuku yang sudah tidak maskulin. Sabuk hitam berkepala sederhana tapi terlihat berkelas. Sampai di mintanya aku membeli pelembab muka agar wajahku terlihat tak kering nan kusam. 

Aku terus mencatat apa yang di katakan Mba Evi. Ini adalah masukan berharga dari wanita cantik berkelas dan bersantun tinggi. Dia mencari celah kekuranganku dan mengingatkanku dengan cara yang bijak. Jauh sekali dengan Si durjana. Banyak sekali catatan yang menjadi pekerjaan rumahku. Mulai dari harus pergi ke tukang jahit sampai membeli bermacam obat ganteng seperti sabun khusus cuci muka, cleaning milk, toner, pelembab, kapas, lip gloss,  lulur wangi untuk membersihkan tangan, kaki dan  badan agar berasa bersih nan segar. 

Puas sangat. Bahagia teramat. Sedikit terbuka pemahamanku mengenai bagaimana harus bertampil yang baik. Ku pelajari kembali semua catatanku ini dan segera berniat diri untuk menjalankannya. Aku ingin segera berubah. Aku ingin di lihat tak sebelah mata seperti sikap  Durjana kepadaku.
Di sela ku berkhayal, separas wajah manis dan ramah terlihat menghampiriku. Ratih. Yaa gadis sumringah ini menghampiriku dan tiba-tiba menyentuh bajuku dan rambutku.

"Bang. Ini bajumu kecilin aja 3cm biar pas di badan. Celanamu juga agak di kecilin dan di buat model basic aja. Untuk rambut, kalau boleh ratih potongin dikit ya bang." Ratih segera mengambil gunting kecil dan mengacak-acak rambutku tanpa meminta persetujuanku terlebih dahulu.

"Tenang bang. Aku sudah lulus Hair Stylist kok. Aku paham betul bagaimana memotong rambut." Dia berucap seakan menyuruhku tenang dan diam saja. Akupun tiada daya. Gadis manis ini terus mendesain rambutku dengan menggunakan sisir sasak. Jari jemarinya sangat terlihat lihai menari  di atas kepalaku. Rambutku helai perhelai mulai tercampak ke bumi berjatuhan berguguran. Ini adalah moment pertama kali aku di cukur oleh pencukur wanita muda cantik nan ramah. Bau parfumnya yang membias segar membuat hidungku bermanja ria. Tubuhnya yang tinggi semampai terbalut pakaian ketat membuat lekuk tubuhnya menggoda mata. Sangat jauh dari kebiasaanku ketika bercukur di ruang cukur di  samping pasar bernama "potong Rambut si gondrong". Dewasa Rp.5000, anak RP.3000, cukur kumis/jenggot  RP.2000. adalah Mas gondrong.  Sosok pria gendut dengan rambut pendek depan berjambul ayam, rambut belakang berbuntut kuda. Sisi kanan kiri cepak tipis macam Pakabri ( istilah TNI dulu ). Entah mengapa di panggil Mas gondrong.  Tukung cukur yang gaya rambutnya sendiri tidak mencerminkan panggilan pekerjaannya. Tapi walau begitu, entah mengapa tetap saja banyak langganannya termasuk aku. Gaya mencukurnya bak hair stylist profesional, tapi hasilnya ndeso. Badannya gendut bau ketek, sliwar-sliwer di sekitarku  membuat mata dan hidungku sangat tersiksa penuh derita. Jauh sekali dengan Ratih ini.

Setelah Bermenit berlalu berdetik berganti, Ratihpun selesai mendesain rambutku. Di ambilnya sebuah minyak rambut milik Arif dan di oleskannya ke rambutku. Di oleskanlah  minyak  itu helai perhelai. Di acak, di tarik, menyisir  menggunakan jari.   Entah model apa yang di buatnya, aku hanya bisa bersabar menunggu sampai Ratih mengantarkanku sebuah cermin bulat dan memampangkannya di hadapanku.
Woooooowwwww...gila benar. Aku seperti menjadi sosok yang berbeda. Rambutku berubah menjadi lebih rapih dan Bermodel. Aku merasa seperti mirip artis. Ku coba bersenyum diri dan tiada ku sangka bahwa senyumku ini manis sekali. Sedikit kepercayaan diriku mulai terangkat. Sejak hari inilah, hubunganku dengan Ratih dan Arif semakin akrab. Dan semenjak hari pulalah, aku berubah menjadi lelaki berparas manis.





"Bang. Ini bajumu kecilin aja 3cm biar pas di badan. Celanamu juga agak di kecilin dan di buat model basic aja. Untuk rambut, kalau boleh Ratih potongin dikit ya bang."   Ratih segera mengambil gunting kecil dan mengacak-acak rambutku tanpa meminta persetujuanku terlebih dahulu.

...Menembus Langit...

2 komentar: