BAB 41 : OBAT GANTENG


Bab 41
OBAT GANTENG

Sekembalinya aku dari membeli Si biru, aku masih punya energi untuk mempelajari berlembar materi. sampai aku tertidur dan bangun ketika alarm berbunyi pukul empat pagi. Seperti biasanya. membersih diri, sarapan si keriting dan segera beranjak pergi. Mata masih sangat berat untuk  siaga. Ingin rasanya  menutup kembali. Ku coba memejam mata bersandar kaca jendela bis yang ku naiki. 

Aku terjaga seketika di kala patas 22  ini sudah tiba di terminal Kalideres. Sungguh lelap aku terpejam. Segera ku turun dan menuju bis hijau butut kopaja 95. Lagi-lagi  bis ini sudah terlihat penuh sesak. Akupun bergelantungan bergelayutan di sisi pintu belakang sampai tiba di kantorku. Setelah rapih ku berdandan, akupun memasuki kelas dan kembali berperang dengan Si merah sakti dan Si buku tebal.
Kelas segera di mulai. Si Perempuan itu memasuki ruangan kelas dengan gayanya yang bak ratu pantai Bali. Merasa sok sexi cantik sendiri.  Bergeal-geol menggoyang pinggulnya kekiri-kanan.
“Wuuueeehhhhhhh.” Ingin muntah rasanya. Perutku teramat mual bagai makan nasi kriwul nan kering setelah berhari-hari di panaskan  lagi dan lagi.

"Selamat pagi wanita cantik dan lelaki ganteng."  Sapanya sangat sumringah dan ceria memandang kami satu persatu dan berubah menjadi sepah tak kala memandangku. Aku cuma bisa mengelus dada. Benci sekali durjana ini dengan diriku. Entah apa sebab musabab, yang jelas dia bersikap tidak senang.

"Hari ini kalian akan  belajar Grooming and Beauty class yang akan di ajarkan oleh mbak Evi. Sebelum itu, terlebih dahulu  saya ingin memeriksa dan mendata alat kecantikan yang kalian miliki."
Kata Perempuan itu  di akhiri dengan sebuah perintah yang membuatku termangu bisu bagai kesambet dedemit pohon asem milik pak soleh tetangga kampung dulu yang selalu menakuti kami agar tidak mengambil buah asemnya karena konon pohon asem itu di huni jenis dedemit berambut putih panjang, tertawa, berayun dan menggoda siapa saja yang mendekat.  

“Sial. Alat kecantikan apa? Aku tidak punya satupun." Gerutuku sangat terkaget. Satu persatu para temanku di panggil di depan kelas dan membawa tasnya untuk di bongkar dan di data alat kecantikan yang di miliki.
Dimulai dari si Zul. Mantan abang None Jakarte ini membuka satu persatu obat gantengnya.  Sebotol parfum biru tipis nan langsing bertulaskan C&K. Lip gloss Nivea berwarna merah penyegar bibir. Minyak rambut berkotak besar berwarna putih bertuliskan hadi suwarno. Sariayu lulur wangi putih kilat bersih mempesona
Sebuah alat pencukur kumis beserta botol foam dan cairan botol pewangi yang di bilaskan di sekitar Kumis dan jenggot agar wangi dan tidak infeksi. Empat macam dasi dengan beraneka koleksi.
Pengkilat sepatu berbotol kecil berujung busa yang mengeluarkan tinta hitam basah membuat sang Sepatu bergaya segar mengkilat menawan.Odol sikat gigi dan lainnya.
Sungguh sangat lengkap  semua perlengkapan si Zul ini. Pantas kalau dia terlihat rapih dan terawat. Senjata perang   untuk melawan penampilan yang kurang sudah cukup kuat untuk membuat penampilannya berubah mewah. 

Semua teman sekelasku  Satu persatu bergantian mengeluarkan alat kecantikan. Parfum yang bermacam bentuk  dan berbeda nama. Ada bulgari, POLO, Angel by therry mugler, Gucci, Estee lauder, Kenzo, Elisabet arden, Yves saint laurent, Christian dior, dkny, hugo boss, lacoste, anna sui, victoria secret parfume, Burberry, Jimmy choo , Calvin klein, Lancome, Marc jacobs, Salvatore feragamo, Coach, armani, Britney spears, John varvatos dan  bla bla blaaaa. Aku cuma bisa menarik nafas panjang melihat  merek parfum mahal terkemas unik dengan botol yang apik. Aku sendiri tidak punya satupun dari jenis itu. Lagi pula  aku pasti bingung dimana aku bisa membelinya. Toh walaupun aku tau tempatnya, belum tentu aku punya uang untuk membelinya. Toh kalo aku punya uang, Mungkin  hanya mampu membeli parfurm golongan berkasta  Sudra.  Jelantahe parfume Atau alaymie bhao badane.

Lagi-lagi aku pasti akan di permalukan si Perempuan itu. Dia akan puas menghina kekuranganku didepan semua temanku. Yahhh.  Ini nasibku. Aku harus siap di hujat. gilirankupun tiba. Aku sudah memantapkan hati untuk tetap menerima apapun ocehan  Durjana nanti.

"Baik silahkan di buka tasnya biar saya catat. Ada obat ganteng  apa yang kamu punya." Tampang si Perempuan itu yang ketus berbicara. Tersungut-sungut dengan bibir menggerutu lirih mengucap kata yang hanya dia sendiri yang memahaminya.

Akupun dengan berat hati mengeluarkan barangku satu persatu. Kwakkwauuu..eng ing eng........ Minyak rambut urang aring launching terlebih dahulu. Botol beling agak lonjong bulat bertutup  kuning. Cairan hijau terlihat jelas mengkilat memberi kesan murah.  Label kertas kuning sudah hampir terkelupas bergambar wanita berambut hitam panjang.
Semua temanku tampak cekikikan menahan ketawa sembari  menutup mulut. Semetara Durjana melotot sejadinya. Mata itu bagai gundu hitam bermotif tengkorak. Ingin melejit menyentil kupingku tanda penuh kemarahan.
Tak ingin si Perempuan itu berkomentar, segera ku keluarkan semua barang di tasku secara bergantian tanpa menunggu dia mencatatnya. Bedak tabur berwarna Pink  bergambar bayi telanjang berpipi merah. Marimar. Parfum berbungkus plastik. Berwarna hitam mempunyai slogan, "selanjutnya terserah anda."
 Sisir kecil  bergigi rapat berwarna  hijau penuh mahkluk hitam terselip menampang diri. Gelang hitam kalep berjeruji besi ala anak punk dan pensil bogel berwarna hitam untuk melukis sipat mata nan berujung tumpul terlihat sekarat ingin meninggal karena terus di serut dan terkikis tipis.  Sabun cuci muka berbentuk bulat padat berwarna putih tanpa busana hanya terbungkus plastik putih transparan sedikit basah menyimpan  air mengendap.
Perempuan itu masih terus melongo mangap  mematung termangu tak bicara. Hanya mata melototnya dan mulut mangapnya yang mewakili kata dan makinya  dalam menilai kekuranganku Sampe akhirnya... 

“Trang gomprang. Dar-Der-Dor. Gedebak  gedebuk gabrukkk." Berbagai sumpah serapah berpuluh maki  beratus  hina terlontar bak mesin tembak otomatis yang tiada henti mengeluarkan peluru untuk melukai. Kata per-kata Si Perempuan itu ini bagai peluru tajam yang terus merobek hatiku. Hatiku berkeping berdarah terkoyak oleh puluhan kata tajam melebihi mata pedang.
Ya ya ya. Silahkan menyerocos panjang lebar Sesuka hatimu. Hujatmu, makimu dan serapahmu. Apapun penilaianmu tentang diriku, aku akan tersenyum di lapisi sakit. Aku  akan bahagia berbungkus luka dan aku akan berperang walau tiada pedang. Semangatku untuk terus bertarung melawan susah akan terus berkobar walau engkau terus meracuni hati dan mentalku ini untuk menyerah kalah dan kembali menjadi pribadi rendah bermental kuli.
Aku terus menatap celotehnya dengan wajah gagah tanpa menunduk, mengelak atau bahkan berpaling. Ku perhatikan kata demi kata yang terlontar dari bibir gendutnya yang sama gendutnya dengan hidungnya. Pokoknya semua bagian tubuh dia terlihat gendut.
Puas dia mengeluarkan serapah. Cukup  aku menahan amarah. Aku kembali ke tempat duduk dengan tampang nan layu tapi hati berdesis. Ingin sekali ku muntahkan racun bisaku ini agar dia terkejang merasakan sakitnya tersakiti. Darah mendidih hati menjerit...





Aku kembali ke tempat duduk dengan tampang nan layu tapi hati berdesis. Ingin sekali ku muntahkan racun bisaku ini agar dia terkejang merasakan sakitnya tersakiti. Darah mendidih hati menjerit.

...Menembus Langit...



Tidak ada komentar:

Posting Komentar