BAB 38 : JAM TANGAN


Bab 38
JAM TANGAN

Hari ini adalah hari keduaku mengikuti training. Sepulang dari training kemarin segera ku bergegas menuju pasar  dengan meminjam sepeda ontel milik tetanggaku  untuk membeli pesanan penting si perempuan durjana. Kaos kaki hitam. 

Ku kayuh  sepeda tua berwarna hitam yang kulitnya terkelupas termakan karat. Keropos usang  terkikis tipis. Jok keras tanpa busa. Sungguh sangat membuat bokongku bagai menduduki parut kelapa yang berwajah kasar. Pedal sepeda tanpa busana. Telanjang bulat terpeleset di injak. Hanya besi kecil yang bisa di pijak untuk mengayuh. Sekali dua kali kakiku terlepas karena begitu kecil dan licinnya si besi pengayuh ini.
Lagi-lagi ku  membayangkan kingku. Andai saja aku tidak menjualnya, mungkin aku masih punya wajah nakal  untuk melempar senyum kepada para gadis pejalan kaki di sepanjang jalan yang ku lewati, tapi aku hanya bisa menghibur diri. Jangankan para gadis, perempuan gila berusia tua saja mungkin ogah memandangku. Sungguh Sedikitpun aku tak bernilai. Di obral saja mungkin aku tak laku.

Hanya bermodalkan uang 20 ribu pemberian emakku hasil dari tips pengunjung restoran, aku berani  memasuki sebuah toko sepatu elang jaya di sebuah kawasan ruko di Pademangan  Barat tak jauh dari pasar baru.  Banyak terpajang bermacam sepatu pantopel hitam dan aneka kaos kaki berbagai motif membuat aku bernafsu tinggi ingin memilikinya. Ku coba mengamati sepatu  hitam nan terpasang gagah di soroti sinar  terang dari lampu hias berwarna putih membuat sepatu itu semakin eksotis  berkelas tinggi.
Kucoba memberanikan diri menanyakan harga sepatu berkelas itu kepada seorang wanita penjaga toko betubuh pendek montok bak gorengan kue bantal. Berwajah kuning langsat berambut lurus kaku bak sapu ijuk hasil bondingan dari salon waria di pengkolan jalan. Berwajah kotak dengan hidung pesek, bibir tebal bergincu merah gelap membuat mulutnya  makin monyong  seperti opelet tua milik bang  mandra dalam sinetron si doel anak sekolahan .  Sekilas wanita penjaga toko itu melirik penampilanku mulai dari kakiku yang  bersendal jepit basah sampai ke betis kaki karena menabrak kobangan air yang tergenang di jalan,   membuat lantai putih bersih di toko ini menjadi basah membekas. Terus dia menatap  celana pendek kolorku berwarna hitam bergaris merah seharga Rp.7500. Kaos hitamku seharga RP.12.500 yang kubeli di bazar murah di lapangan RW.  Bergambar penyanyi Rock asal Amerika Kurt Cobain yang selalu membanting gitarnya sampe remuk redam setelah selesai konser dan mati entah karena bunuh diri atau over dosis.

Terus si penjaga toko itu melempar mata judesnya  menuju keluar menatap sepeda ontel yang ku parkir tepat di depan toko. Terlihat kurus dekil tak terurus. Sangat menyedihkan. Aduhhh sungguh ibaku melihat tungganganku itu.
"350 ribu." Memberi jawaban bak pelari sprinter. Sangat cepat, datar jauh dari kata melayani. Tangan mendekap ke dada, badan sedikit bersandar ke tembok, tanpa secuil senyum. Hanya wajah asem bin manyun.
"Aduhhhh mahal juga ya mbak." Jawabku sambil memegang dan membolak balik sepatu itu berpura mengamati kualitas walau tak pantas karena kantong jauh dari kata pas. Segera ku menyudutkan mataku ke arah sekumpulan kaos kaki hitam yang tersusun rapih tergantung di sebuah rak besi yang menempel di tembok biru bergaris putih.
Ku sibuk memilah-milih jenis kaos kaki yang ada. Bukan untuk menentukan kualitasnya tapi sibuk mencari label harga yang tertera. Sial sepertinya aku salah masuk toko. Mahal sekali kaos kaki ini. 

Ku putuskan untuk keluar dari toko dengan wajah menunduk malu. Sambil melirik si pegawai toko dengan mulut berguman komat-kamit bergaya ala Nunung Srimulat. Walau aku tak mendengar tapi aku sadar bahwa dia tampak seperti mencaciku.
segera ku ambil si ontel dan ku kayuh kembali mencari tempat lain. Dengan uang 20 ribu sepertinya aku tak mungkin memberanikan diri memasuki sebuah toko lagi.
Setelah berputar berkali, akupun menemukan sebuah lapak kaki lima yang menjual bermacam kaos kaki dan berjenis sepatu. Ku lihat bandrol harga besar. Terbuat dari sobekan kardus putih bertuliskan, "3 pasang 10 ribuan."
Yahhh. Inilah yang ku cari adalah kaos kaki hitam . Tak peduli bagaimana kualitasnya. Murah adalah pilihannya. Setelah membayar 10ribu aku masih punya sisa 10 ribu untuk ongkos esok hari. Itulah sepenggal ceritaku demi memenuhi pesanan si durjana.

Kembali ke dalam kelas hari kedua aku belajar. Seperti biasa. Aku selalu menjadi siswa pertama yang berada dalam kelas ini. Tanpa membuang waktu, kembali aku mengeluarkan senjata perangku untuk kembali mempelajari banyak hal yang belum aku mengerti.
Ku keluarkan dua buku penolong masa depanku.si merah  sakti dan si kamus tebal. Stabilo di tangan kiri, pulpen tergigit kuat oleh para satria putih. Buku tulis di tengah. Tangan kanan terus membuka lembar perlembar mencari arti puluhan kata yang tak bisa ku pahami.
Bermenit-menit terus ku seperti itu sampai teman temanku perlahan tiba. Lagi-lagi terlihat entah aneh, iba atau apalah. Mereka memandangku penuh pertanyaan. Akupun kembali merapihkan diri bersiap untuk menerima pelajaran berikutnya.
"Kampretttt sialan." Bisikku dalam hati tak kala melihat si perempuan itu memasuki kelas ini lagi. 

"Selamat pagi semuanya. Hari ini kalian akan belajar mengenai food and beverages yang akan di ajarkan oleh mba ira. Ingat pesan saya. Kalau pada saat ujian kalian mendapat nilai di bawah 80 , jangan harap kalian bisa terbang. "
Lagi-lagi perempuan itu menakuti kami sambil berlalu. Dia sepertinya puas menyampaikan aturan itu. Tubuhnya yang pendek, gendut dan bibir merah menor menjadi pemandangan mengerikan buat kami semua. Seperti siluman kelelawar yang mencari mangsa di kala malam. Menggigit leher para perjaka suci berharap sang siluman bisa merubah diri menjadi wanita cantik layaknya seorang Putri.
Tak lama keluar pintu, tiba-tiba dia kembali masuk kelas lagi dan memanggil namaku dengan nada Alto.

"Priyooooo...coba maju ke depan sini."
Aku mencoba menenangkan diri dan perlahan menuju depan kelas memenuhi panggilan durjana ini.
"Coba lihat kaos kakimu". Pintanya dengan nada alto tanpa harmoni. Sangat fals dan cempreng sekali suara ini. Ingin rasanya ku sumpel dan ku jejali mulutnya dengan jamu pahit bercampur kencur agar suara cempreng itu jera tak lagi bersuara.
"Sudah bu. Semalam saya sudah membelinya". Ucapku sambil mengangkat sedikit celanaku memberi bukti dengan nada bak orang bijak yang siap di aniaya. Pasrah dengan akibat.
Diapun seperti  bersungut sungut puas tidak puas dan mlengos perlahan sambil matanya jelalatan melihat sekujurku.
"Heehhhh. Apa apaan itu." perempuan itu tiba-tiba saja memalingkan badannya kepadaku dan menghampiriku. Di angkatlah tangan kiriku tinggi. Di pertontonkan luas ke seluruh kelas.
 "Apa yang kurang, apalagi yang salah." Gumanku.

"Kalian dengar baik-baik ya. Ini contoh yang jangan sampai kalian tiru. Kalian itu calon ujung tombak perusahaan ini. Jaga penampilan kalian sebaik mungkin agar orang memandang kalian itu berkelas.” perempuan itu tampak berkotbah tanpa aku menyadari apa hubungannya dengan tangan kiriku ini.
"Lihat apa yang di pakai calon Pramugara yang satu ini. Jam tangan tak berkelas. Di larang keras memakai jam tangan kalep atau sejenis kulit atau plastik. Gelangnya harus berantai. Apa-apaan ini gelang karet hitam jelek dekil. Jelas mencerminkan orangnya yang dekil pula" Ucapnya meletup-letup.

Perempuan itu  tampak kesal dan emosi. Jam tangan dan gelang karet kesukaannku di tarik dan di koyak-koyak menunjukkan ketidaksukaan. Ini adalah gelang dan jam tangan asesoris yang biasa melekat di pergelangan tangan kiriku sebagai penyemangat pada saat aku bernyanyi di atas panggung.
Terlihat seisi kelas terdiam mendengar luapan emosi si perempuan itu. Lagi-lagi aku jadi tokoh berperan sedih. Tertunduk pasrah tak kuasa. Tampak wajah berparas iba menatapku penuh belas kasih. Ratih dan arif . Dua mereka yang terus memandangku seakan memberi semangat untuk tetap kuat diri.

Setelah mengancamku tidak boleh masuk kelas apabila aku masih memakai jam tangan ini, Perempuan itu berlalu pergi dengan badan bulatnya melenggok melenggang meninggalkan cambukan pedih tergores segar di dalam hati serta tamparan tangan raksasa nan membekas merah di paras wajahku yang mengiba.
Aku tersenyum penuh kepuraan kembali ke tempat dudukku di ujung sudut ruangan. Mencoba menghela nafas panjang. Meyakinkan diri, menyemangati diri bahwa aku pasti bisa melewati kekurangan ini.
Tak lama berselang, masuklah seorang wanita dewasa nan cantik ramah dan terlihat sangat bijaksana. Pertama memasuki ruangan, bibirnya langsung tersenyum lebar, wajah berseri, membawa tumpukan buku berwarna orange bertuliskan Food&Beverages.

"Assalamualaikum. Selamat pagi. Good Morning Guys."
luar biasa ceria wajah wanita ini. Aku yang tadi bermuram sedih karena cambukan  perih  oleh si perempuan itu, merasakan energi hebat bagai tertular virus ceria dan penyakit bahagia dan tentunya getar-getar cinta atau mungkin tepatnya kagum dengan kecantikan wanita ini. Bagai magnet yang langsung menabrak hatiku. Diri ini seketika jatuh merindu terkapar berselimut  asmara, merintih mendesah  bahagia. Sungguh tak terkira aura wanita ini sangat menebar pesona di jiwa. Di sudut paling pojok tampak si Zul mantan abang none jakarte itu terbengong melongo seperti terhipnotis. Mukanya yang tadinya gagah berubah wajah menjadi mesum ala selangkangan. Tangan kirinya terlihat meremas-remas jemari si wacik  sampai tepakan kuat wacik  mendarat telak di tangan si zul mengakhiri perjalanan mesumnya.

"Perkenalkan nama saya Ira malahayati, panggil saja saya Ira. Saya adalah salah satu  Instruktur yang akan mengajarkan materi Food&Beverages."
Ucapannya  sungguh lembut bagai seorang  sinden jawa  menyanyikan lagu Benggawan Solo di malam hari ketika rembulan bersinar terang berhiaskan bintang temarang Membawa sepoi angin  menggoda  mata untuk terpejam berselimut tebal bermimpi indah tentang kedamaian hati. Sungguh suara itu sangat teramat menyentuh kalbu.






"Lihat apa yang di pakai calon Pramugara yang satu ini. Jam tangan tak berkelas. Di larang keras memakai jam tangan kalep atau sejenis kulit atau plastik. Gelangnya harus berantai. Apa-apaan ini gelang karet hitam jelek dekil. Jelas mencerminkan orangnya yang dekil pula." Ucapnya meletup-letup.

...Menembus langit...




Tidak ada komentar:

Posting Komentar