BAB 35 : LELAMUNAN


Bab 35
LELAMUNAN

Hari pertama Training sangat di penuhi dengan keceriaan. Suasana keakraban terlihat serasi menciptakan sebuah  harmoni bahwa kami adalah para pribadi yang bisa saling menghargai dan punya ambisi untuk bisa mewujudkan tujuan hidup kami menjadi manusia bersayap yang terbang tinggi berkeliling bumi.

Teman-temanku ini sepertinya sudah banyak yang saling mengenal satu sama lain jauh hari sebelum berada di ruangan ini. Hanya aku saja yang masih berasa asing karena tidak punya teman untuk di ajak bercerita ria. Mereka sudah berkelompok dan seperti punya komunitas sendiri. Aku lebih memilih sendiri dan menyibukkan diri dengan diriku sendiri.
Ketika masa jeda sudah berakhir, kembali kami duduk dan di bagikanlah belasan buku tebal teramat tebal, berbahasa Inggris berisikan banyak materi. Sepertinya buku ini akan menjadi senjata ampuh untuk membuat otakku bunuh diri. Ini akan menjadi pelajaran terberat dalam sejarah pendidikanku.

"Buku yang kalian dapatkan ini adalah milik perusahaan.  Kalian akan di wajibkan mengganti apabila menghilangkannya. Saya sarankan anda semua mempelajari semua buku ini dengan giat, karena kalau  kalian tidak pintar, kalian akan di keluarkan dari kelas ini dan di anggap tidak qualified."
Si durjana berucap tegas dan sedikit menakuti kami. Tampak  kekhawatiran menari nakal di wajah letih para sahabat di ruangan ini. Ini bukanlah training melainkan pertarungan untuk membuktikan diri sampai sejauh mana otak ini bisa memahami materi yang nanti di beri. Kelas pertama ini sangat berkesan luar biasa. Dari awal sampai akhir di penuhi  dengan hal yang luar biasa.  

Haripun  menjelang gelap. Aku menaiki sebuah bis yang diam tak bergerak bagai anjing yang duduk manis menunggu  perintah si tuannya. Aku mencari duduk paling belakang agar lagi ku bisa mengamati bermacam cerita yang bisa menghibur mata yang lelah ini.
Ku tatap Si Lampu jalan  terlihat malas bekerja. Menyala redup tidak bergairah. Apakah dia jenuh dengan pemandangan di bawahnya. Hanya kemacetan, suara klakson bersautan, asap kendaraan berterbangan dan debu jalanan yang menempel di wajah  membuat dia tampak suram kurang bersinar.

Sungguh sangat dia merindukan hujan, menyirami jalan untuk mendapatkan kesejukan. Menghilangkan debu di wajah suram sehingga dia bisa gagah bersinar benderang bekerja semalaman. Namun harapan hanya impian. Si lampu jalan tak tersirami hujan. Ingin rasanya dia memadamkan diri. Buat apa menerangi tapi tak  bisa memberi terang sama sekali. Banyak  pengendara terjatuh terperosok lubang karena sang kegelapan menyebar petaka mencari mangsa. Si lampu jalan sungguh iba tiada daya, mengiris hati  tiada arti.  Andai saja wajahnya tak suram, dia pasti bisa mengusir kegelapan itu dari jalan.
Perlahan bis ini penuh terisi, berjalan merayap pelan menyusuri tepian jalan. Nyanyian sang kondektur bernada Sopran Mezzosopran Alto  bersautan bagai lagu perjuangan. Sangat bersemangat tak ada henti.  

"Grogol, harmoni, pasar baru, ancol prioooook." Begitulah suara nyanyian itu di iringi ketukan kaca pintu dan jendala diadu dengan  koin berjumlah dua. Sungguh sangat berkarakter sekali ketukan itu.
”Tek tek tek tek.”
Bis ini terus berjalan merayap lambat. Sangat malas untuk melaju. Seperti memikul banyak beban sehingga tak mampu berjalan dengan lenggang. Tatih tertatih seok terseok. Kembali mataku tersudutkan ke luar jendela, mengamati padatnya orang berkendara. Tak ada satupun senyum wajah yang menghiasi paras mereka. Semua terlihat jenuh. Bosan tiada bersemangat. Aku buka tasku dan mengambil satu buah buku  besar bertuliskan, "flight attendant manual". Apa arti dari judul buku ini, aku sangat tidak mengerti. Haahhh lagi-lagi aku mengelus dada. Membaca judulnya saja aku tidak tahu apa artinya, bagaimana membedah isinya. Ku hanya mencoba membuka lembar perlembar tanpa membaca tulisan yang ada. Mencoba menganalisa hanya melalui gambar saja.  Ada gambar  pesawat, gambar interior pesawat, ada gambar oven,  gambar alat pemadam kebakaran, masker oksigen, baju pelampung, ada senjata api ada gambar orang cium-ciuman dan ada kapak merah pula. Waduhhhhhh....pelajaran apa ini??? Jangan-jangan ada pelajaran bagaimana ciuman yang romantis atau bagaimana memakai kampak merah untuk berkelahi bagaimana  cara mematok kepala dengan kapak itu. Membaca tulisan tak paham, melihat gambar malah tak  karuan. Hadeeehhh. Penyakit stress sudah mulai mengerogotiku. Setan jahat berbisik menghasut diri untuk menyerah kalah. 

Kalau bicara mengenai  ciuman romantis sih sepertinya aku sudah tau caranya.   Dahulu kala ciuman pertamaku sangat romantis sekali. Saking romantisnya baru aku tersadar diri  bahwa itu sangat najis sekali.

Adalah wanita cantik si Tini. Salah satu murid cantik di sebuah SMA. Sebelum mencium aku meminta izin terlebih dahulu. Si Tini terlihat menggangguk. Tapi dasar lelaki berhati banci, aku malu jika harus berciuman berhadapan langsung. Ku mulailah dari belakang. Ku sisir leher jenjang putih berbulu lembut itu, ku serang dengan kecupan dan jilatan  bertubi. Dia  mulai mendesah, dia seperti sudah melayang penuh gairah memuncak. Mulailah si tapak sakti dan 10  pendekar jari  menggerayang mencari sebuah gundukan lembut berkuncup imut  untuk menjadi pegangan, rabaan sekaligus mainan.  Memelintir, Menyentil dan memutar-mutar mencari gelombang. Makin lama dia makin mendesah hebat. Sedangkan aku makin lama makin tak tertahan  melihat tubuhnya bagai cacing kepanasan.  Ingin rasanya segera ku palingkan wajahnya dan ku lumat abis paras depannya yaitu  bibir merahnya. Tapi aku maluuuu...

 Akhirnya akupun tak sabar. ku tutup mataku. ku palingkan wajahnya langsung ku  serang dengan ciuman yang membabi buta. Suasana  menjadi gelap, aku sangat buta pada saat itu, sehingga  ciumanku  salah sasaran. Kuping ku cium, mata ku cium, pipi dan bagian wajah yang lainnya. Bibirku mendarat buas tak  berarah. 
Bibir merah yang ku cari tak ku temui. Akupun penasaran. Ku buka mataku dan ku lihat si Tini tampak tajam memandangku dengan wajah cemberut cembetutan kesal merengut sambil berkacak pinggang.
"Kamu ga bisa yaa ciuman romantic. Ga kasar begini. Seruduk seruduk ga jelas arah. Makanya buka matamu biar tau di mana bibirku."  Tini  ngambek cecembutan.
Di depanku terpampang sebuah pemandangan indah yang pertama kali aku lihat. separuh badan atasnya terbuka, rambut panjang terurai liar. Dada yang berbuah-bulat   putih berkuncup merah. Wajah  nan nakal dengan bibir cembetutan serasa menantang ingin di kecupi bertubi sesedotan sampai tak tahan.

 Inilah pertama kali aku horni tingkat tinggi. Akupun membuka lebar mataku menikmati keindahan ini. Segera ku arahkan bibirku mendekati bibirnya.  Ku lumat perlahan, ku tarik bibirnya sampai terlepas dan ku serang lagi. Ohhhhh kami berdua mendesah saling melumat.  Mata terpejam. Tangan menggerayang. Aku  tak menyiakan dua gundukan putih berkuncup indah itu.  Ku remasss, ku putar, ku sentuhkan telapak tanganku perlahan menyentuh si kuncup dan..mas...mas  masukin mas, masukinnn dong mas buruan dah mau jalan lagi nih bisnya.
“Lhoooooo lhoooo. Ealahhh. Masukin apaan nih”. Aku terkaget kala sadar   saat Ku buka mata perlahan . Ternyata ada anak kecil bawa kantong permen minta uang buat beli makan. Aku tersadar  masih ada di bis kota ini. Ahhhh gara-gara  melihat gambar ciuman jadi melayang pikiran mengkhayal  selangkangan. Hahhhh resiko lelaki sejati ya begini ini. Pusing pusingggg.

Bis kota ini tampak sedikit berlari. Rasanya dia ingin sekali meyelesaikan pekerjaannya kali ini. Segera mungkin dia melaju cepat ke tujuan agar cepat tiba. Sekelompok anak muda bergitar menghibur kami dengan lagu memelas hati, mengharap penuh harap. Mengiba penuh rasa.
"Andaikan kau datang kembali, jawaban apa yang kan ku beri, adakah jalan yang ku temui, untuk kita kembali lagi " Sepotong lirik lagu yang merdu di nyanyikan penuh sendu. Melengkapi perjalananku membawa angin damai menghembuskan cinta mengingatkanku akan masa lalu yang telah di sakiti oleh sebuah keluarga yang melarangku mencintai putrinya karena pendidikanku yang tidak tinggi.
Adalah Evi. Seorang mahasiswi cantik manis seperti artis cut tari.  Adalah mantan sahabatku di SMP. Setelah lama tak bersua, kami di pertemukan lagi dan timbullah hasrat hati ingin mencintai. Sepertinya hubungan kami sangat lumayan harmoni. Sampai suatu ketika orang tuanya melarang hubungan kami karena aku hanya seorang karyawan pabrik berijazah STM. Tidak kuliah dan  tidak  mempunyai masa depan yang bisa di banggakan.
Aku sangat terpukul. Ini selalu ku ingat karena betapa sedihnya aku waktu itu. Sejak itulah aku bersumpah untuk bisa kuliah dengan cara apapun. Ku jauhi si Evi sampai aku bisa membuktikan jati diriku sebagi lelaki bergelar mahasiswa. Ku tulis surat perpisahan di sertai kaset band romantis NaFF dengan lagu judul A.N. G 

"Seluruh hati telah ku selami, namun hatimu yang ku cari. Seluruh jiwa telah ku datangi , hanya dirimu  yang ku pilih.
Jangan letih mencintaiku, janganlah terhenti. Jangan lelah menyayangiku. sampai bumi tak bermentari.
Jangan pelit beri sedikit duit agar aku bisa beli  es seprit”.
waduhhh salah lirik. Itu ternyata suara si pengamen meminta uang.
 Hadeehhh. Lagi-lagi aku teringat masa lalu...
Melamun di leLamunan....



Membaca tulisan tak paham, melihat gambar malah tak  karuan. Hadeeehhh. Penyakit stress sudah mulai mengerogotiku. Setan jahat berbisik menghasut diri untuk menyerah kalah.

...Menembus Langit...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar